Pelatihan Sustainable Livelihood Assessment untuk Penguatan ICCA

 Admin    26-06-2023    00:00 WIB  

Blog Image

NTFP-EP Asia, bekerjasama dengan Working Group ICCAs Indonesia (WGII) dan Rimbawan Muda Indonesia (RMI) melangsungkan Pelatihan Sustainable Livelihood Assessment (SLA) yang dilakukan selama 3 hari dari tanggal 22 – 24 Juni 2023 bertempat di Hotel Horison Rahaya Resort dan Kasepuhan Cibedug, Lebak, Banten, Indonesia. Pelatihan ini merupakan program ICCA Southeast Asia (SEA) Consortium “Strong Stewards Sustaining Territories of Life in Southeast Asia” dalam rangka mempromosikan dan mendukung mata pencaharian yang berkelanjutan, kesejahteraan dan penentuan nasib sendiri dari masyarakat adat dan komunitas lokal (MAKL) dengan tidak meninggalkan prinsip-prinsip penjagaan integritas ekologis dan kelestarian keanekaragaman hayati.

 

“Melalui kegiatan peningkatan kapasitas ini diharapkan kedepannya masyarakat adat dan komunitas lokal dapat mengamankan penghidupannya , mata pencahariannya, dan mengimplementasikan usaha berkelanjutan yang sejalan dengan adat dan budaya mereka,” Maria Cristina Guerrero, Senior Adviser NTFP – EP Asia, menegaskan key outcome dari program pelatihan ini.

 

NTFP – EP Asia sebagai penyelenggara utama kegiatan ini merupakan Koordinator Regional ICCA SEA Consortium, sementara WGII merupakan satu-satunya anggota ICCA SEA Consortium di Indonesia. ICCA SEA Consortium sendiri adalah bagian dari jaringan konsorsium global ICCA yang beranggotakan 19 organisasi dan 47 honorary members melingkupi 6 negara di Asia Tenggara, yaitu Kamboja, Indonesia, Malaysia, Myanmar, Filipina dan Vietnam. Konsorsium ini bekerja untuk pengakuan dan pengamanan atas wilayah, ruang kehidupan, dan sumberdaya alam yang dikelola dan dijaga kelestariannya oleh MAKL melalui sistem dan tata kelola yang mereka miliki.

 

 


Materi kelas, 22 Juni 2023

 

Kegiatan pelatihan diawali dengan materi kelas tentang prinsip-prinsip penghidupan berkelanjutan dan framework SLA. Peserta pelatihan adalah lembaga anggota ICCA SEA Consortium dari 6 negara. Khusus Indonesia, WGII bekerjasama dengan RMI mengundang perwakilan komunitas adat Kasepuhan Cibarani dan Cibedug sebagai peserta pelatihan sekaligus tuan rumah untuk kegiatan field visit. Setelah mendapatkan pemahaman tentang kerangka SLA, Masing-masing peserta mendeskripsikan dan menganalisis situasi penghidupan berkelanjutan sesuai dengan konteks negaranya. Mereka menentukan outcome, mengidentifikasi asset-aset penghidupan yang dimiliki, menganalisis ancaman dan kerentanan atas penghidupan, mengidentifikasi transforming structure dan process yang mempengaruhi penghidupan, serta membangun strategi-strategi untuk mencapai penghidupan yang berkelanjutan.

 

 

“Kami ingin meningkatkan pendapatan lewat produk-produk komunitas, salah satunya gula aren. Di wilayah kami pohon aren sangat banyak dan kami sudah lama mengelola ini. Sekarang juga sudah ada kelompok perempuan yang mengolah gula aren menjadi gula semut. Lumayan menghasilkan. Tapi kami tidak punya cukup modal dan alat-alat,” jelas teh Jarsih, perwakilan kelompok LODONG dari Kasepuhan Cibarani. Ia menambahkan, “anak-anak muda sekarang ga terlalu tertarik jadi petani gula aren, mereka lebih memilih kerja di kota. Jadi kami lagi mikirin bagaimana caranya mengajak mereka untuk terlibat dan mengembangkan usaha komunitas ini.”

 

 

 


Mengunjungi Kasepuhan Cibedug, 23 Juni 2023

 

Hari kedua pelatihan, peserta mengunjungi Kasepuhan Cibedug yang terletak di Desa Citorek Barat, Lebak, Banten. Kegiatan field visit ini diisi dengan FGD dan saling berbagi pengalaman, serta mengunjungi sumber-sumber penghidupan masyarakat adat Kasepuhan Cibedug. Tujuannya adalah mempelajari dan mengetahui situasi penghidupan komunitas adat Kasepuhan Cibedug serta mempraktikkan alat kerja dari kerangka SLA.

 

“kami sangat senang atas kehadiran Bapak-Ibu, semoga kami bisa belajar banyak dan membangun kampung-kampung kami, sehingga kedepan kami bisa lebih maju dan sejahtera” sambut Kang Suryana, perwakilan masyarakat adat Kasepuhan Cibedug.

 

Kasepuhan Cibedug, seperti kasepuhan lainnya adalah masyarakat adat yang masih memiliki keterikatan kuat dengan alam dan wilayah. Mereka menggantungkan hidupnya dari hutan dan sumberdaya alam sekitar. Mereka memiliki pengaturan ruang/wilayah dan tata kelola sumberdaya alam yang berbasis pada nilai-nilai leluhur, aturan adat-istiadat, dan pengetahuan lokal.

 

 

Leuwit atau lumbung padi menjadi symbol ketahanan pangan bagi masyarakat adat kasepuhan yang dipraktikkan hingga hari ini. Mereka juga mampu mempertahankan beragam varietas padi lokal yang tahan terhadap musim dan hama. Beragam pangan liar masih bisa mereka dapatkan dari hutan dan kebun. Salah satu grup peserta mencoba menggali subsisten dan asset-aset alam yang dimili oleh masyarakat adat Kasepuhan Cibedug. Kelompok lain menggali tentang penghasilan, mata pencarian, dan identifikasi para pihak.

 

Di Akhir hari kedua pelatihan, seluruh peserta mengunjungi Situs Cibedug yaitu peninggalan sejarah era megalitikum yang juga menjadi titipan leluhur yang dijaga oleh masyarakat adat kasepuhan Cibedug hingga hari ini. Situs ini juga merupakan salah satu potensi yang ingin mereka kembangkan untuk ekowisata. Selain itu, mereka juga memiliki rencana untuk memperkuat penjagaan hutan mereka pasca mendapatkan pengakuan Hutan Adat. “kami jaga leuweung (hutan) karena ada di situ ada mata air dan tumbuhan untuk makan sehari-hari dan obat” kata Olot Baji, tetua adat Kasepuhan Cibedug.

 


Refleksi dan Rencana Tindak Lanjut, 24 Juni 2023

 

Hari terakhir pelatihan, peserta mempresentasikan hasil kunjungan lapang. Sesi ini juga digunakan untuk memberikan masukan-masukkan membangun terkait kelangsungan penghidupan Kasepuhan Cibedug kedepaannya berdasarkan dari observasi yang dilakukan oleh tiap-tiap kelompok dan pengalaman yang mereka miliki di negara masing-masing. Peserta juga memperdalam beberapa isu relevan untuk penghidupan berkelanjutan berkaca dari pembelajaran di Kasepuhan Cibedug, diantaranya pentingnya keterlibatan pemuda, sistem lumbung pangan, dan community enterprise.

 

Pelatihan ini ditutup dengan peserta dari masing-masing negara menyusun rencana tindak lanjut. Rencana ini dibagi menjadi 2 periode, rencana jangka pendek dan renacana jangka panjang. Termasuk juga, mengidentifikasi alat kerja dari kerangka SLA yang akan diimplementasikan di negara masing-masing.