Menilik Kedudukan dan Pengakuan Masyarakat Adat Beserta Hak-Haknya dalam RUU KSDAHE

 Admin    Jumat, 17 Maret 2023  
Blog Image

Menuju terciptanya penyelenggaraan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang inklusif, efektif, adil, dan berkelanjutan, WGII bersama koalisinya meluncurkan Policy Brief terbaru dengan judul "Menilik Kedudukan dan Pengakuan Masyarakat Adat Beserta Hak-Haknya dalam RUU KSDAHE". Policy Brief ini merupakan serial tematik dari Policy Brief sebelumnya untuk mendukung penyempurnaan RUU Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (RUU KSDAHE)

 

Secara khusus, Policy Brief ini meguraikan tentang hal-hal yang harus diperhatikan oleh pembuat kebijakan berkaitan dengan kedudukan dan pengakuan masyarakat adat serta hak masyarakat adat untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan konservasi di Indonesia. Policy brief ini juga menekankan bahwa RUU KSDAHE perlu memasukkan pembahasan mengenai penataan ulang kawasan konservasi sebagai gerbang masuk penyelesaian konflik tenurial antar masyarakat adat dengan pemerintah di Kawasan Konservasi.


DPR RI telah mengusulkan RUU KSDAHE diproyeksikan untuk menggantikan UU No. 5 Tahun 1990 dengan judul yang sama. Terdapat 4 (empat) isu krusial yang menjadi argumentasi perubahan RUU KSDAHE, yaitu: Pertama, pembagian kewenangan dalam penyelenggaraan konservasi SDA hayati dan ekosistemnya. Kedua, partisipasi masyarakat, termasuk masyarakat adat di sekitar Kawasan Konservasi. Ketiga, pendanaan dalam penyelenggaraan KSDAHE. Keempat, pemberatan sanksi pidana dalam penguatan kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS).

 

RUU KSDAHE saat ini menjadi agenda Program Legislasi Nasional (PROLEGNAS). Pembahasan tentang perubahan UU No. 5 Tahun 1990 telah dilakukan sejak tahun 2016, namun hingga hari ini RUU KSDAHE tidak mengalami perubahan secara paradigmatik, yaitu pemaksaan model konservasi negara. Meskipun, RUU KSDAHE yang diusulkan oleh DPR RI saat ini sudah memuat pengaturan mengenai keberadaan masyarakat adat di beberapa pasalnya dan pengakuan Area Konservasi Kelola Masyarakat (AKKM). Namun, politik hukum RUU KSDAHE masih mempersyaratkan pengakuan keberadaan masyarakat adat melalui Peraturan Daerah (Perda). Hal ini tentunya menjadi syarat yang memberatkan bagi masyarakat adat untuk mendapatkan pengakuan di kawasan konservasi dan menghambat masyarakat adat menikmati hak-hak konstitusionalnya. RUU KSDAHE juga belum sepenuhnya dapat mengilustrasikan meaningful participation dalam penyelenggaraan konservasi.

 

Di sisi lain, terminologi "konservasi" sendiri telah menjadi "momok" yang menakutkan bagi masyarakat adat. Klaim sepihak dari negara dalam menetapkan Kawasan Konservasi tanpa persetujuan masyarakat telah menimbulkan konflik. Penataan ulang Kawasan Konservasi dan penyelesaian konflik seharusnya menjadi salah satu hal mendasar dalam pembahasan RUU KSDAHE. Sayangnya, substansi RUU KSDAHE belum merumuskan hal ini. Terlebih, RUU KSDAHE  belum membedakan bentuk-bentuk larangan untuk perseorangan dan korporasi yang dapat berujung pada pemidanaan. 


Policy Brief ini memberikan beberapa poin rekomendasi kepada pembentuk kebijakan untuk direkonstruksi ulang ke dalam RUU KSDAHE berkaitan dengan hak-hak masyarakat adat, yaitu: 

  1. Perlu keterlibatan masyarakat adat secara penuh dan efektif dalam pembahasan RUU KSDAHE
  2. RUU KSDAHE perlu mengubah bentuk mekanisme pengakuan keberadaan masyarakat adat dengan Perda menjadi bentuk pengakuan yang lebih sederhana dan murah namun hasilnya legal-legitimate
  3. RUU KSDAHE menjadi momentum yang tepat untuk penyelesaian konflik tenurial antara masyarakat adat dengan pemerintah, dimulai dengan penataan ulang Kawasan Konservasi 
  4. Penetapan dan pengelolaan wilayah adat sebagai Kawasan Konservasi harus dilakukan dengan prinsip-prinsip FPIC
  5. Mengubah pendekatan penyelenggaraan konservasi yang represif ke pendekatan yang lebih humanis dan kolaboratif antar masyarakat adat dengan pemerintah. 

Selengkapnya dapat dilihat pada :

Policy Brief Maret 2023: Menilik Kedudukan dan Pengakuan Masyarakat Adat Beserta Hak-Haknya dalam RUU KSDAHE

Policy Brief Februari 2023: Tujuh Catatan Penyempurnaan RUU KSDAHE untuk Penguatan Peran dan Partisipasi Masyarakat dalam Penyelenggaraan Konservasi